BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kewibawaan dalam pendidikan
merupakan salah satu cirri pendidik ketika terjadi interaksi atau hubungan
dalam kegiatan belajar mengajar didalam kelas ataupun kegiatan pendidikan lain
diluar kelas. Interaksi atau hubungan pendidikan tersebut, biasanya diwarnai
oleh adanya aspek pendidikan yang didasari kewibawaan.
Kewibawaan mempunyai peranan
penting dalam usaha menentukan dan merumuskan tujuan hakiki dan arti
pendidikan. Dalam pendidikan memang terjalin suatu relasi atau hubungan yang
berdasarkan kewibawaan tertentu.
Bagi sebagian mahasiswa,
mungkin hal-hal tersebut masih belum dapat dipahami sepenuhnya. Maka atas dasar
latar belakang atau alasan-alasan itulah,penulis akan mencoba untuk
menyampaikan materi tentang Kewibawaan Dalam Pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian kewibawaan dalam
pendidikan?
2.
Apa fungsi kewibawaan dalam pendidikan?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana sebenarnya atau apa sebenarnya
kewibawaan itu.
BAB
II
KEWIBAWAAN DALAM PENDIDIKAN
A.
Pengertian
Kewibawaan
Kewibawaan
berasal dari bahasa Belanda yaitu ”gezaq” yang berasal dari kata “zeggen”
yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan
mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gezaq
terhadap orang itu. Jadi KEWIBAWAAN adalah suatu daya mempengaruhi yang
terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara
sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya.Untuk barang siapa yang
mempunyai sifat kewibwaan, maka dia akan dipatuhi dan ditaati secara sadar,
dengan tidak terpaksa.
Kewibawaan
itu ada pada orang dewasa, terutama orang tua. Kewibawaan yang ada pada orang
tua (ayah dan ibu) adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas secara
natural dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat
dicabuk, karena terikat oleh kewajiban. Untuk jelasnya lihatlah contoh dibawah
ini.
Pada suatu
sekolah ada seorang guru yang bernama Bapak Budi yang sangat disegani oleh
murid-muridnya. Mereka (murid-murid) sangat takut dan patuh kepadanya. Setiap
harinya, sebelum Pak Budi masuk ke dalam kelas, murid-murid sudah duduk dengan
tenang dan tertib menantikan Pak Budi itu mengajar. Semua perintah dan
larangannya serta nasihatnya yang diberikan kepada murid-muridnya, diturut dan
dipatuhi oleh anak-anaknya. Anak-anak hormat kepadanya.
Sebaliknya
dengan Bapak Salim yang ada di sekolah itu. Ia kurang disegani anak-anak
muridnya. Setiap pak Salim mengajar, anak-anak ada saja yang selalu membuat
ribut dalam kelas, sehingga kelas menjadi ribut. Peringatan-peringatan dan
nasihat-nasihat yang diberikannya tidak atau kurang dihiraukannya oleh
murid-muridnya. Anak-anak tidak merasa segan atau patuh kepadanya.
Perintah-perintah atau tugas-tugas yang diberikannya, sering kalau tidak
dikerjakan oleh murid-muridnya. Karena itu pak Salim seringkali marah dan
menghukum anak dalam kelas. Tetapi anak itu bukan semakin patuh atau menurut
kepadanya, bahkan sebaliknya. Anak-anak mau mengerjakan apa yang diperintahkannya
karena mereka takut; jadi bukan karena insaf atau percaya kepadanya.
Dari
contoh di atas dapat kita mengatakan, bahwa Bapak Budi lebih berwibawa, lebih
mempunyai kewibawaan atau gezag daripada Bapak Salim. Anak-anak lebih patuh dan
lebih segan terhadap Bapak Budi. Segala sesuatu yang diperintahkan atau
dinasihatkan ataupun diperingatkan oleh Bapak Budi, lebih meresap dan lebih
mudah serta dengan senang menjalankan daripada Bapak Salim. Atau dengan kata
lain: pengaruh yang ditimbulkan oleh Bapak Budi lebih dipatuhi oleh anak-anak.
Dalam
situasi dan kondisi masyarakat sekarang kewibawaan sering diartikan sebagai
suatu kelebihan yang dimiliki seseorang. Dengan kelebihan itu ia dihargai,
dihormati, disegani, bahkan ditakuti oleh orang lain atau kelompok masyarakat
tertentu. Kelebihan tersebut bisa dari segi ilmu, kepintarannya, kekayaannya,
kekuatannya, kecakapannya, sifatnya, dan prilakunya (kepribadiannya).
Kewibawaan
anatar orang tua dengan kewibawaan guru dalam pendidikan memiliki kesamaan dan
perbedaan. Orang tua (ayah dan ibu ) adalah pendidik yang pertama dan sudah
semestinya, mereka adalah pendidik yang alami da asli yang menerima tugas
secara kodrati dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya, karena itu sudah
semestinya mereka memiliki kewibawaan terhadap anak-anaknya.
Kewibawaan orang tua dapat dilihat
dari dua sisi :
1. Kewibawaan Pendidikan
Orang tua
bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya, agar mereka dapat hidup terus,
dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninya menjadi manusia dewasa. Kewibawaan
pendidkan berakhir jika anak itu sudah menjadi dewasa. Nasihat yang diterima
atau yang dimintanya dari orang tua meskipun orang yang meminta atau menerima
nasihat itu sudah dewasa, itu juga baik dan banyak yang dituruti.
2. Kewibawaan Keluarga
Keluarga
merupakan masyarakat kecil yang memiliki peraturan yang harus dipatuhi dan
dijalankan. Tiap anggota keluarga harus patuh terhadap peraturan tersebut.
Jadi orang
tua sebagai kepala keluarga mempunyai kewibawaan terhadap anggota keluarganya.
Kewibawaan keluarga bertujuan untuk memelihara keselamatan keluarga. Kewibawaan
guru sebgai pendidik bukan dari kodrat, tetapi karena jabatan yang diterimanya,
oleh karena itu kewibawaan yang ada padanya berlainan dengan kewibawaan orang
tua.
a.
Kewibawaan
guru dalam pendidikan
Kewibawaan
pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik karena jabatan berkenaan
dengan jabatan sebagai pendidik, telah diserahi sebagian orang tua untuk
mendidik anak-anak. Selain itu guru atau pendidik karena jabatan menerima.
Kewibawaannya
sebagian lagi dari pemerintah yang mengangkatnya mereka. Kewibawaan yang ada
pada guruterbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya dan setiap
tahun berganti murid.
b. Kewibawaan
memerintah
Disamping
memiliki kewibawaan pendidikan, guru atau pendidik karena jabatannya juga
mempunyai kewibawaan memerintah. Mereka diberi kekuasaan (gezaq) oleh
pemerintah atau instansi yang mengangkatnya. Kekuasaan (kewibawaan) meliputi
pimpinan kelas; disitulah anak-anak telah diserahkan kepadanya. Bagi kepala
sekolah kewibawaan ini lebih luas, meliputi pimpinan sekolahnya.
B.
Fungsi
Kewibawaan dalam Pendidikan
Didalam
pergaulan pendidikan terdapat kepatuhan dari anak, yaitu sikap menuruti atau
mengikuti wibawa yang ada pada orang lain, mau menjalankan suruhan orang dewasa
secara sadar. Tetapi tidak semua pergaulan antara orang dewasa dengan anak-anak
merupakan pendidikan, ada pula pergaulan yang semacam itu mempunyai pengaruh
yang jahat atau pergaulan yang netral saja.
Pengaruh
yang dikatakan pendidikan adalah pengaruh yang menuju ke kedewasaan anak, untuk
menolong anak menjadi orang yang kelak dapat atau sanggup memenuhi tugas
hidupnya secara mandiri.
Tidak
semua tunduk atau menurut terhadap orang lain dapat dikatakan “tunduk terhadap
wibawa pendidikan”. Sikap anak terhadap wibawa pendidikan,
Menurut longeveld ada dua buah kata yaitu:
a) Sikap menurut atau mengikut, yaitu
mengakui kekuasaan orang lain yang lebih besar karena paksaan, takut, jadi
bukan tunduk atau menurut yang sebenarnya.
b) Sikap tunduk dan patuh, yaitu dengan
sadar mengikuti kewibawaan, artinya mengakui hak orang lain untuk memerintah
dirinya, dan dirinya merasa sendiri terikat akan memenuhi perintah itu.
Jadi fungsi wibawa pendidikan adalah membawa si anak ke arah pertumbuhannya yang
kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankannya.
C.
Penggunaan
Kewibawaan oleh Guru dan Pendidik lainnya
Kewibawaan
pendidikan yang dimaksud adalah yang menolong dan memimpin anak ke arah
kedewasaan atau kemandirian. Oleh karena itu, penggunaan kewibawaan oleh guru
dan tenaga kependidikan lainnya perlu didasarkan pada faktor-faktor berikut
ini:
- Dalam menggunakan kewibawaan hendaklah didasarkan atas perkembangan anak sebagai pribadi. Pendidik atau guru hendaklah mengabdi kepada pertumbuhan anak yang belum selesai perkembangannya. Dengan kebijaksanaan pendidik, anak dibawa ke arah kesanggupan menggunakan tenaganya dan pembawaanya yang tepat. Wibawa pendidikan itu bukan bertugas memerintah, melainkan mengamat-amati serta memperhatikan dan menyesuaikannya kepada perkembangan dan kepribadian masing-masing anak.
- Pendidik hendaklah memberi kesempatan kepada anak untuk bertindak atau berinisiatif sendiri. Kesempatan atau keleluasaan itu hendaknya makin lama makin diperluas, sesuai dengan perkembangan dan bertambahnya usia anak. Anak harus
- diberi kesempatan cukup untuk melatih diri untuk bersikap patuh, karena si anak dapat bersikap tidak patuh. Jadi. Dengan wibawa itu hendaklah pendidik berangsu-angsur mengundurkan diri sehingga akhienya tidak diperlukan lagi. Mendidik anak berarti mendidik untuk dapat berdiri sendiri (mandiri).
- Pendidik hendaknya menjalankan kewibawaannya atas dasar cinta kepada anak. Ini berarti berbuat sesuatu untuk kepentingan si anak, bukannya memerintah atau melarang untuk kepentingannya sendiri. Cinta itu perlu bagi pekerjaan mendidik, sebab dari cinta dan kasih sayang itulah timbul kesanggupan selalu bersedia berkorban untuk sang anak, selalu memperhatikan kebahagiaan anak yang sejati.
D. Kewibawaan dalam Pendidikan
1. Kewibawaan dan pelaksanaan
Kewibawaan dalam keluarga, terutama dimaksudkan untuk melaksanakan berputarnya
roda masyarakat kecil. Kewibawaan dalam keluarga ialah untuk membawa si anak ke
kedewasaan. Bila tidak ada Kewibawaan, si anak tidak akan dapat mencapai
kedewasaannya, tahu norma-norma dan bersedia menyesuaikan hidupnya dengan
norma-norma itu, dengan wibawa itu pendidik hendak membawa anak agar
mengetahui, memiliki dan hidup sesuai dengan norma-norma.
2. Pelaksanaan Kewibawaan dalam
pendidikan harus bersandarkan perwujudan norma dalam diri si pendidik. Oleh
karena itu wibawa dan pelaksaannya mempunyai tujuan membawa anak ketingkat
kedewasaan, yaitu mengenal dan hidup yang sesuai dengan norma-norma itu
sendiri.
E. Kewibawaan dan Identifikasi
Tujuan wibawa
pendidikan adalah berusaha membawa anak ke arah kedewasaannya. Ini berarti
secara beangsur-angsur anak dapat mengenal nilai-nilai hidup atau norma-norma
dan menyesuaikan diri dengan norma-norma itu dalam hidupnya. Bagaimana
norma-norma dan nilai identifikasi nilai hidup itu diterima dan dimiliki anak?
Syarat mutlak dalam pendidikan adalah adanya kewibawaan pada pendidik. Tanpa
kewibawaan, pendidik tidak akan berhasil baik.
Dalam
melakukan kewibawaan sipendidik mempersatukan dirinya dengan yang dididik, juga
yang dididik mempersatukan dirinya terhadap pendidiknya.
Identifikasimengandung arti bahwa:
1. Si pendidik mengidentifikasikan
dirinya dengan kepentingan dan kebahagiaan si anak. Ia berbuat untuk anak,
karena anak belum dapat berbuat sendiri. Ia memilih untuknya, jadi untuk
anaknya itulah ia mengambil tanggung jawab yang semestinya menjadi tanggung
jawab si anak sendiri. Jadi sipendidik akan mewakili kata hati anak didiknya
untuk sementara. Sipendidik memilih, mempertimbangkan dan memutuskan untuk anak
didiknya. Hal demikian dapat dipertanggung jawabkan, dan memang perlu selama si
anak belum dapat memilih, mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk
dirinya. Tetapi lambat laun campur tangan orang tua atau pendidik harus makin
berkurang.
2. Si anak mengidentifikasikan dirinya
terhadap pendidiknya. Identifikasi anak sebagai makhluk yang sedang tumbuh
tentu saja berlain-lain menurut perkembangan umurnya, menurut pengalamannya.
Ada
dua cara mengidentifikasi oleh anak:
- Ia dapat sama sekali melenyapkan dirinya menurut sempurna, tidak menentang perintah dan larangan dilakukan secara pasif saja. Bahayanya adalah di dalam diri anak tidak tumbuh kesadaran akan norma-norma, sehingga ia tidak akan mungkin sampai pada tingkatan ”Penentuan Sendiri”.
- Karena ikatan dengan sang pemegang wibawa (pendidik) terlalu kuat-erat, sehingga merintangi perkembangan “AKU” anak itu. Tetapi ikatan yang sangat erat itu dapat menimbulkan usaha yang sangat aktif untuk mencapai persamaan dengan pendidiknya, berbuat sesuai dengan yang diharapkan dari pendidiknya, atau si anak ingin menjadi sang pemegang “wibawa” itu.
Anak yang
menurut dapat memberikan gambaran seakan-akan kita mencapai hasil baik dalam
pendidikan. Akan tetapi harus diingat bahwa si anak harus kita didik
tidak saja dengan hak, melainkan dengan kewajiban membawa dirinya ke suatu
tingkatan untuk dapat makin mandiri. Identifikasi si anak terhadap orang tua
atau pendidik lambat laun harus dilepaskan dari sifat perseorangan dan harus
ditujukan kepada norma-normanya. Identifikasi pada diri seorang anak mulanya
tertuju kepada diri pribadi pendidiknya, kemudian tertuju kepada nilai-nilai
dan norma-normanya. Kelak ia lebih melepaskan diri lagi dari pendidiknya dan
lebih lagi menunjukkan dirinya kepada nilai dan norma-norma itu. Jelas bahwa
fungsi kewibawaan dalam pendidikan ialah membuat si anak mendapatkan
nilai-nilai dan norma-norma hidup.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Wibawa adalah gezag, yang terdapat
pada seseorang, wibawa itu tidak di milikioleh semua orang tetapi hanya
dimiliki oleh orang-orang tertentu. Wibawa atau gezag bisa saja ada pada
seseorang mungkin melalui tutur katanya, perbuatannya tingkah laku dan ilmu
pengetahuannya.
Orang
tua adalah pendidik yang utama mereka adalah pendidikan asli, yang menerima
tugas dari Tuhan Yang Maha Esa untuk mendidik anak-anaknya oleh karena itu
orang tua harus mempunyai wibawa terhadap seluruh keluarganya. Fungsi kewibawaan dalam pendidikan ialah membuat si
anak mendapat nilai-nilai dan norma-norma hidup. Indentifikasi pada diri
pribadi pendidiknya, dengan demikian kemudian ternyata nilai-nilai dan
norma-normanya, kelak dia lebih melepaskan diri dari di sipendidiknya dan lebih
lagi mewujudkan dirinya kepada nilai-nilai dan norma itu.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi
Abu, dan Uhbiyati, Nur. Ilmu
Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta,1991.
Purwanto,
Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosda Karya , 1985.
Effendi,
Mukhlison dan Rodliyah, Siti. Ilmu Pendidikan. Ponorogo: PPS Press,
2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar